Menyongsong Reformasi Peradilan Melalui RUU KUHAP yang Adaptif

Menyongsong Reformasi Peradilan Melalui RUU KUHAP yang Adaptif

Oleh : Bagas Diantara )*

Langkah strategis DPR RI dalam menyetujui Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai usul inisiatif patut diapresiasi sebagai bentuk keseriusan negara dalam membangun sistem hukum yang semakin adaptif terhadap kemajuan zaman. Dengan usia lebih dari empat dekade, KUHAP yang lahir pada 1981 telah berperan penting dalam membentuk praktik peradilan pidana nasional. Kini, reformulasi terhadap regulasi tersebut menjadi momentum ideal untuk menghadirkan hukum acara yang lebih modern, responsif, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan substantif.
Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menilai bahwa pembaruan ini merupakan respons tepat terhadap pesatnya perkembangan teknologi, dinamika sosial, dan kebutuhan masyarakat akan hukum yang lebih akomodatif. Menurutnya, hukum acara pidana harus mampu berkembang seiring transformasi global agar tetap relevan dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Penyegaran ini diyakini akan membawa penguatan signifikan terhadap fungsi dan integritas lembaga penegak hukum.
Lebih dari sekadar menyesuaikan norma, revisi KUHAP juga diarahkan untuk mengoptimalkan kerja-kerja institusi seperti Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan Advokat agar lebih efektif dalam menjamin keadilan. Adies Kadir menegaskan bahwa reformasi ini berpeluang besar menciptakan wajah penegakan hukum yang lebih humanis, transparan, dan diterima oleh publik luas. Visi ini selaras dengan aspirasi masyarakat yang menginginkan proses hukum yang tidak hanya sah secara formal, tetapi juga adil secara substantif.
Komitmen terhadap prinsip keterbukaan juga menjadi ciri penting dalam proses revisi. DPR RI secara aktif mengundang partisipasi masyarakat, akademisi, pegiat hukum, dan organisasi masyarakat sipil untuk menyampaikan pandangan serta masukan. Adies Kadir memastikan bahwa pembahasan dilakukan secara transparan dan akuntabel, mencerminkan semangat inklusif dalam penyusunan kebijakan publik yang berkualitas.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Kapoksi Partai NasDem di Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menyampaikan bahwa KUHAP yang berlaku saat ini perlu diperbarui agar tidak terjadi kesenjangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah direvisi pada 2023. Harmonisasi antara hukum pidana material dan hukum pidana formil merupakan syarat utama dalam membangun sistem peradilan pidana yang solid dan menyeluruh.

Menurut Rudianto Lallo, pembaruan ini merupakan langkah tepat dalam menyelaraskan hukum nasional dengan semangat kemandirian regulasi. Keputusan Indonesia untuk melahirkan KUHP sebagai produk hukum dalam negeri menunjukkan kemandirian yang patut dibanggakan. Dengan demikian, hukum acara pidana pun perlu dirancang sesuai karakteristik bangsa dan perkembangan peradaban modern.
Proses revisi KUHAP juga didukung oleh diskursus konstruktif yang melibatkan berbagai pihak. Dalam sebuah forum diskusi yang digagas Fraksi NasDem, muncul berbagai pandangan progresif dari kalangan akademisi dan praktisi hukum. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitah Sari, menggarisbawahi pentingnya perlindungan hak-hak tersangka dan terdakwa sebagai bagian dari prinsip keadilan. Ia menyampaikan bahwa penentuan indikator objektif bagi hakim akan memperkuat posisi hukum dalam menjamin hak asasi setiap warga negara.
Dukungan terhadap langkah revisi juga disampaikan oleh Deputi Direktur Eksekutif PSHK Indonesia, Fajri Nursyamsi, yang memuji inisiatif legislatif dalam merespons kebutuhan hukum masyarakat. Menurutnya, kehadiran KUHAP yang baru akan menjadi fondasi kuat bagi sistem hukum nasional yang adaptif, berdaya saing, dan menjunjung nilai-nilai demokrasi.
Perspektif serupa datang dari elemen masyarakat lainnya. Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan, menekankan pentingnya memperkuat perlindungan terhadap kelompok rentan dalam proses hukum pidana. Kehadiran norma-norma baru yang inklusif akan semakin memperkuat citra hukum nasional sebagai instrumen perlindungan, bukan semata alat penegakan.
Revisi KUHAP juga menunjukkan kematangan demokrasi hukum di Indonesia. Melalui keterlibatan publik, diskusi ilmiah, dan akomodasi terhadap prinsip-prinsip keadilan universal, perumusan ulang regulasi ini mencerminkan proses legislatif yang sehat dan produktif. Rudianto Lallo menyatakan bahwa Komisi III DPR RI siap mengawal tahapan pembahasan hingga tuntas demi memastikan hadirnya sistem peradilan pidana yang lebih ideal dan berkeadilan.
Optimisme terhadap penyelesaian revisi ini cukup tinggi, didukung oleh sinergi antarfraksi dan kolaborasi aktif dengan para pemangku kepentingan. Target penyelesaian dalam waktu dekat menjadi penanda bahwa proses ini tidak hanya berpijak pada semangat reformasi, tetapi juga pada dorongan konkret untuk mempercepat pembaruan hukum nasional.
Reformasi hukum acara pidana melalui revisi KUHAP merupakan investasi penting dalam pembangunan negara hukum yang kuat dan modern. Dengan dukungan dari parlemen, akademisi, serta masyarakat sipil, pembaruan ini diyakini akan memperkuat fondasi sistem peradilan pidana Indonesia. Harmonisasi antara substansi hukum dan prosedur pelaksanaannya akan menciptakan kepastian hukum yang lebih kokoh serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum.
Ke depan, revisi KUHAP akan menjadi titik balik bagi penataan ulang sistem peradilan yang lebih adil, efisien, dan akuntabel. Semangat pembaruan ini patut diapresiasi sebagai bentuk nyata hadirnya negara dalam membangun hukum yang berpihak pada kemajuan dan keadilan. Dengan melibatkan banyak unsur dan dilakukan secara profesional, revisi ini membuka jalan bagi masa depan hukum pidana Indonesia yang lebih cerah, modern, dan inklusif.
)* Penulis merupakan pengamat isu strategis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *